Berbicara mengenai remaja sangatlah menarik dan tidak ada habis-habisnya,namun memang harus menjadi perhatian   bagi orangtua dan kalangan pendidik serta bagi pemerintah ,jika Negara kita akan maju karena masa depan Negara tergantung bagaimana kita mempersiapkan generasi mudanya.

Di Masa era yang global sekarang ini orang tua, kalangan pendidik dan pemerintah hendaknya mempuyai konsentrasi dan keseriusan untuk membantu remaja untuk tumbuh dan berkembang sehingga kelak menjadi insan yang berguna bagi dirinya sendiri,orang lain ,membahagiakan orangtua serta berguna bagi Negara.

Dalam banyak permasalahan terjadinya  tindakan kekerasan yang melibatkan remaja seperti maraknya kalangan remaja yang masuk dalam kelompok geng motor,pemerkosaan,bahkan kasus pembunuhan yang dilakukan  remaja, tentunya  tindakan tersebut  sangat menyesatkan remaja itu sendiri.

Kita akan telusuri dinamika remaja.Remaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992).

Masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya masalah hak.Disinilah remaja pada ambang tidak lagi mau diperlakukan sebagai anak kecil dan juga orang dewasa belum mempercayainya apa yang dilakukan oleh remaja.

Mengenai umur masa remaja, para psikolog tidak sepakat, namun yang umum digunakan adalah pendapat Luella Cole, seoarang ahli psikologi, yaitu 13 – 15 tahun (masa remaja awal) , 15 – 18 tahun (masa remaja pertengahan) , 18 – 21 tahun ( masa remaja akhir)

Borring E.G. ( dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode atau masa tumbuhnya seseorang dalam masa transisi dari anak-anak kemasa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Sedangkan Monks, dkk ( dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja suatu masa disaat individu berkembang dari pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual, mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak menjadi dewasa, serta terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang mandiri.

Neidahart (dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak kemasa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri. Pendapat ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Ottorank (dalam Hurlock, 1990 ) bahwa masa remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan tergantung menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat (dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang.

Berdasarkan beberapa pengertian remaja yang telah dikemukakan para ahli, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial.

Bagi remaja penyesuaian dengan standar kelompok sangat penting, tapi lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri, tidak puas dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam pergaulan dengan temannya,ingin seprti yang dia lihat. Secara keseluruhan dia ingin tampil beda . Dalam usaha mencari identitas diri ini , remaja melakukan proses imitasi (meniru) dan identifikasi ( dorongan untuk menjadi sama dengan idolanya) dan remaja tidak mau mempedulikan apakah idolanya tersebut mempunyai perilaku yang diterima oleh masyarakat atau tidak.

Di masa remaja, terjadi ketegangan emosi yang meninggi sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar, serta perubahan perilaku sosial terhadap dirinya. Reaksi emosi yang seringkali muncul adalah amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, kesal, rasa tertekan,mudah tersinggung dan kasih sayang. Perlakuan sebagai
”anak kecil” atau diperlakukan “ tidak adil” membuat remaja marah, remaja mengungkapkan marahnya dengan menggerutu, tidak mau bicara atau dengan sura keras mengkritik orang yang membuat marah. Remaja mudah iri hari pada orang yang mempunyai benda lebih banyak,sehingga timbullah perilaku kekerasaan atau agresif dilakalangan remaja .

Perilaku agresif (aggressive behavior) adalah tindakan yang secara sengaja dilakukan utuk menyakiti orang lain, secara fisik (misalnya memukul, mendorong atau berkelahi) ataupun psikologis (misalnya mempermalukan, menghina atau mengucilkan orang lain) Agresi fisik (physical aggression) sebuah tindakan yang berpotensi menyebabkan cidera tubuh–lebih jamak terjadi pada anak laki –laki. Agresi relasional (relational aggression) sebuah tindakan yang dapat menimbulkan dampak merugikan pada hubungan persahabatan dan hubungan interpersonal yang lain (misalnya mengucilkan teman sebaya, menyebarkan isu yang tidak mengenakkan  lebih jamak terjadi pada anak perempuan menurut Crick Grotpeter dan Bigbee,2002;French Jansen dan Pidala,2002;Pellegrini,2002 (dalam Jeanne Ellis Ormrod2008: 125).

Kita hendaknya mencermati  faktor –faktor apa sajakah yang menjadi pemicu dikalangan remaja melakukan tidakan yang agresif baik secara fisik  maupun non fisik,

Faktor  -faktor amarah

Amarah. Masa remaja, terjadi ketegangan emosi yang meninggi sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar, serta perubahan perilaku sosial terhadap dirinya. Reaksi emosi yang seringkali muncul adalah amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati,

Faktor biologis menurut  ( Davidoff,1991)

Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi.   Kimia darah. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi.

Faktor lingkungan antara lain, kemiskinan.

Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan (Byod McCandless dalam Davidoff, 1991). Hal ini dapat kita lihat dan alami dalam kehidupan sehari-hari yang ada di kota –kota besar, di perempatan jalan dalam antrian lampu merah (Traffic Light) . Di pelabuhan saat kapal sedang berhenti biasanya para penumpang melemparkan uang ke laut lalu anak –anak remaja menyelam  untuk mengejar uang, jika temannya mendapat yang banyak maka akan berusaha memintanya mereka juga bahkan tidak segan-segan menyerang temannya yang telah diberi uang dan berusaha merebutnya. Kerusuhan di pemukiman kumuh juga sering terjadi walaupun dipicu hal sepele. Hal ini sudah menjadi pemandangan yang seolah-olah biasa saja. Disitulah belajar kekerasaan bagi si anak.

Perilaku Otoriter dari orang tua.

Cara mendidik secara otiriter dengan dalih apapun misalnya untuk melatih disiplin,dengan memberlakukan hukuman fisik ataupun sanksi yang berat akan menimbulkan pengaruh yang Buruk bagi si anak. Anak menjadi kurang percaya diri,penakut,pembohong,pendendam bahkan akan bisa melamiaskan kekesalannya dengan melakukan kekerasan kepada  temannya misalnya dengan memaki maupun memukul.

Belajar dari Model Kekerasan

Kita tida bisa menangkal lagi arus globalisasi yang telah melanda dunia termasuk di Negara Indonesia,dengan begitu mudahnya kita melihat banyak kejadian ditempat lain yang dikategorikan yang baik maupun yang buruk. Kita tidak dapat pungkiri anak –anak belajar kekerasan dari model yang dia lihat melalui bagai media.

Peristiwa Tinju yang terjadi di Papua  tanggal 14 Juli 2013 yang memperebutkan piala Bupati Cup yang menimbul banyak koban.Masih banyak peristiwa kekerasan yang lain yang saat ini disuguhkan pada media sosial. Peristiwa kekerasan ini bahkan memberikan ispirasi negatif pada anak untuk meniru dan menjadi mata rantai sulit terputuskan.

Kondisi Frustasi

Frustrasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu.Perilaku agresif  merupakan salah satu konfensasi dari  frustrasi.  Remaja yang tergabung dalam geng motor yang sering melakukan tindakan onar diberbagaidaerah diIndonesia kemungkinan besar didorong oleh rasa frustasi yang dialaminya.

Bagaimana kita membantu remaja ,agar tidak melakukan tidakan –tindakan yang agresif secara fisik maupun non fisik. Disiinilah peran orang dewasa yang tidak membencinya namun mencarikan jalan keluar.

Untuk membantu penanganan terhadap remaja berperilaku agresif di atas harus dilaksanakan secara menyeluruh, artinya semua pihak harus terlibat, termasuk orang tua, guru dan lingkungan sekitarnya pemeritah melalui penerapan pendidikan karakter.

Daniel Goleman menyebutkan ternyata 80 persen keberhasilan dipengaruhi oleh kecerdasan emosi (karakter), dan hanya 20 persen ditentukan oleh otak (IQ). Sementara kecerdasan otak selalu didepan dan diasah, sedangkan karakteristik atau budi alamiah yang sejatinya tiang utama semakin kabur dan menghilangkan mutu pendidikan.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

-HH-