YPR, Mei 2018

Sekolah Istimewa vs Sekolah Hebat adalah judul workshop pertama dari enam rangkaian workshop Dies Natalis Sekolah Santa Maria Pekanbaru. Judul ini merupakan subtema dari tema Dies Natalis 2018, “Prayoga : Sekolah Hebat Berdasarkan Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara”. Pendidik SMA yaitu Bapak Rinto, Ibu Susi, Bapak Prasetyo, Ibu Ruth, dan Ibu Mega ditugaskan untuk membawakan materi tersebut. Aula SMA Santa Maria menjadi tempat berlangsungnya Workshop pada hari Sabtu, 26 Mei 2018. Workshop ini dihadiri oleh Pelaksana-Pelaksana Kegiatan Yayasan, Kepala-Kepala Sekolah, seluruh Pendidik dan Tenaga Kependidikan Sekolah-sekolah Santa Maria Koordinatorat Pekanbaru sebanyak 270 orang.

Tema ini dipilih karena Sekolah Istimewa berbeda dari Sekolah Hebat dalam hal visi dan orientasi, sistem pendidikan, dan kualifikasi pendidik. Visi dan orientasi sekolah istimewa tidak pada peserta didik melainkan pada orangtua atau pandangan masyarakat. Peserta didik hanya dipandang sebagai objek belajar. Visi yang berdasarkan pandangan orangtua dan masyarakat membuat sekolah berusaha keras mencapai kriteria dan standar yang ditetapkan pihak lain tersebut agar diakui sebagai yang terbaik. Fokus Sekolah Istimewa adalah tuntutan dari eksternal baik itu Dinas Pendidikan, Kementrian Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) , maupun Lembaga Akreditasi harus direspon dengan kritis. Kebutuhan peserta didik dipenuhi sejauh menjadi kriteria dan tuntutan lembaga eksternal tersebut. Akibatnya kebutuhan peserta didik diabaikan karena sekolah sering kali kerepotan memenuhi tuntutan menjadi sekolah terbaik. Alih-alih memenuhi kebutuhan peserta didik agar terjalin relasi positif, sekolah cenderung menegakkan aturan dan disiplin yang mengekang. Sekolah menuntut anak-anak patuh dan tertib terhadap perintah dan keteraturan agar memenuhi harapan-harapan pihak luar. Hal ini menciptakan relasi sekolah dengan anak yang tidak kondusif untuk menumbuhkan kegemaran belajar. Belajar menjadi terpaksa.

Sedangkan dalam Sekolah Hebat visi dan orientasinya pada peserta didik sebagai subyek pendidikan. Titik pusatnya adalah anak-anak yang mempunyai beragam kebutuhan untuk didengarkan dan dipahami oleh pihak sekolah. Visi membuat sekolah berusaha keras untuk memahami dan memenuhi kebutuhan anak. Assesment untuk mengenali kebutuhan anak dilakukan secara berkala. Proses belajar dikaji terus menerus agar tercipta belajar yang menyenangkan sekaligus bermakna buat anak-anak. Tuntutan dari pihak eksternal dipenuhi dengan tetap memprioritaskan kebutuhan anak. Akibatnya, anak-anak merasa didengarkan dan dipahami oleh pihak sekolah. Alih-alih melakukan perbuatan yang merepotkan, anak-anak justru mengambil peran dan kontribusi agar tercipta relasi dan lingkungan sekolah yang positif. Sekolah dan anak-anak menjadi pihak yang sama membangun sekolah. Anak-anak belajar bukan karena terpaksa tapi karena senang belajar. Dengan belajar anak-anak menemukan makna.

Dengan demikian, pendidikan Sekolah Istimewa menganut sistem Teacher Center Learning (TCL). Sebaliknya pendidikan Sekolah Hebat menganut sistem Student Center Learning (SCL). Maka semua sarana prasarana sekolah harus menunjang pengembangan-pengembangan bakat dari murid misalnya penggunaan Informatika dan Teknologi (IT) dalam sistem pembelajaran. Kualifikasi pendidik dengan sendirinya harus memiliki kompetensi pribadi, sosial, profesional, dan pedagogik yang cakap dan handal. Pendidik harus care terhadap peserta didik, involvement  secara individual dalam pergumulan peserta didik; menguasai metode-metode mengajar, menguasai penggunaan perangkat digital dalam pembelajaran, dan mengajar dengan menyenangkan.

Oleh karena itu, tujuan dari tema ini adalah agar unit-unit di Sekolah Santa Maria mampu melihat posisi atau situasi sekolahnya: Sekolah Hebat atau Sekolah Istimewa, dan berusaha untuk menjadikan sekolahnya ideal bagi Peserta Didik.