Sekolah Santa Maria : Pendidikan Berasaskan TRI NGA oleh Ki Hajar Dewantara

Sekolah-sekolah Santa Maria Pekanbaru yang bernaung di bawah Yayasan Prayoga Riau kembali mengadakan rangkaian Dies Natalis pada tanggal 15 September. Dies Natalis diadakan di SMA Santa Maria dan TK Santa Maria bertindak selaku tuan rumah sedangkan pemateri dies natalis merupakan gabungan dari guru TK Santa Maria, SD Santa Maria II, dan SMP Santa Maria. Workshop kali ini sangat istimewa karena selain dihadiri oleh Bapak/Ibu Pendidik dan Tenaga Kependidikan koordinatorat Pekanbaru yang berjumlah 235 orang, juga dihadiri seluruh Bapak/Ibu Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah se-Yayasan Prayoga Riau yang berjumlah 60 orang, yang sebelumnya mengikuti Rapat Kerja (RAKER) Kepala Sekolah dan dipimpin langsung oleh Romo Anton Konseng Pr. M.Sc. selaku Ketua Yayasan Prayoga Riau.

Tema Dies Natalis kali ini ialah “Ki Hajar Dewantara dan Pandangannya terhadap Pendidikan Berasaskan Tri Nga”. Diawal seminar, disajikan highlights dari empat materi seminar sebelumnya yaitu Sekolah Hebat yang memprioritaskan kebutuhan peserta didik, Pendidikan Berasaskan Kekeluargaan, Pendidikan Berasaskan Kebhineka Tunggal Ikaan dan Pendidikan Berasaskan Kebangsaan yang lebih menekankan pada aspek afektif. Dengan pola pendidikan berasaskan kekeluargaan, maka sistem among digunakan untuk mendidik anak di kelas dengan menerapkan 3 prinsip yaitu asuh, asih, dan asah yang juga disebut membimbing, mengasihi, dan mendidik.

Sistem among merupakan implementasi dari Tri Nga (ngerti, ngroso dan ngelakoni). Konsep pendidikan Tri Nga ini yang kemudian dikembangkan oleh seorang ahli psikolog pendidikan berkebangsaan Amerika Serikat, Benjamin Samuel Bloom yang dikenal dengan Taksonomi Bloom. Bloom membagi ranah intelektual ini menjadi tiga yaitu kognitif (ngerti), afektif (ngerasa) dan psikomotor (ngelakoni).

Maka untuk mengembangkan  Tri Nga harus bersinergi dengan pola asah, asuh dan asih. Artinya peserta didik akan mendapatkan pendidikan secara utuh dan total bukan hanya peningkatan kemampuan akademik tetapi kemampuan afektif dan psikomotornya.

Oleh karena itu pendidik mempunyai andil yang besar untuk tercapainya Tri Nga. Pendidik  dituntut profesional dan memiliki rasa empati (sense of emphatic) terhadap siswa. Pendidik harus mengenali karakter peserta didik secara individu, sehingga pendidik merancang pembelajaran berdasarkan kebutuhan peserta didik bukan hanya mengejar target kurikulum.

 

SMP Santa Maria : We Pray for INDONESIA

Jumat, 14 September 2018 Seluruh pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik berkumpul di lapangan SMP Santa Maria untuk melakukan doa bersama. Kegiatan doa bersama diadakan dalam rangka memperingati Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) yang jatuh pada bulan September.
Doa bersama dilakukan sebagai bentuk kepedulian civitas akademika SMP Santa Maria untuk perdamaian dan persatuan bangsa Indonesia. Peringatan dalam bentuk doa bersama ini bertujuan menanamkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kemajemukan bangsa ini. Menurut W.Clemen Stone “Prayer is man’s greatest power” yang artinya Doa adalah kekuatan terbesar manusia.
Doa dilakukan oleh peserta didik yang mewakili lima agama di Indonesia, yaitu : Budha, Islam, Kristen Protestan, Hindu, dan Katolik. Dalam doa ini, seluruh civitas akademika SMP Santa Maria diajak untuk bersama-sama mendoakan perdamaian dan persatuan bangsa agar terhindar dari kekacauan dan konflik SARA, doa untuk kelancaran pesta demokrasi Indonesia pada tahun 2019 nanti, doa untuk kota Pekanbaru, doa untuk saudara-saudara kita yang tertimba bencana gempa bumi di Lombok, dan tak lupa doa untuk Yayasan Prayoga Riau agar tetap setia menjalankan misi pendidikan di Riau.
Selain doa, seluruh pendidik dan peserta didik juga bernyanyi bersama dengan diiringi musik yang dibawakan oleh beberapa peserta didik. Lagu-lagu yang dinyanyikan adalah yang bertema kebangsaan, seperti Damai Indonesiaku dan Pancasila Rumah Kita. Tak lupa puisi berjudul Kerukunan Antar Umat Beragama yang begitu indah dibawakan oleh Regina Tesalonika.
Doa bersama ini dibuka oleh Laura Amelia, Ketua OSIS SMP Santa Maria yang mengajak seluruh warga SMP Santa Maria untuk menerima keberagaman Indonesia umumnya dan SMP Santa Maria khususnya sebagai bentuk kekayaan bukan untuk diperdebatkan. Heli Handono selaku staff humas SMP Santa Maria mengatakan “Penanaman karakter saling menghargai dan menghormati harus dilakukan sejak dini untuk Indonesia yang damai”.

 

Pendidikan Kebhineka Tunggal Ikaan is a Must

YPR, 2018

Dies Natalis Yayasan Prayoga Riau tahun 2018 mengambil tema Sekolah Hebat vs Sekolah Istimewa. Yang dimaksud dengan Sekolah hebat adalah sekolah yang berorientasi pada peserta didik. Dalam sistem ini peserta didik dipandang sebagai subjek. Ternyata sistem sekolah hebat yang dikembangkan di Finlandia itu, dimodifikasi dari pendidikan berasaskan kekeluargaan yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantoro.

Dalam sistem berasaskan kekeluargaan peserta didik pun harus diperlakukan sebagai subjek. Sementara pendidik dipandang sebagai orangtua. Konsekuensi dari Pendidikan Berasaskan Kekeluargaan adalah Pendidikan Berasaskan Bhineka Tunggal Ika. Konsekuensi ini berdasarkan satu pandangan bahwa no family is an island, tidak ada keluarga yang berdiri sendiri sebagai sebuah pulau. Keluarga terdiri dari beberapa anggota keluarga dan berada diantara keluarga-keluarga yang lain. Anggota-anggota dari sebuah keluarga biarpun sedarah tidak jarang memiliki kepribadian yang berbeda. Sementara itu, keberadaannya diantara keluarga-keluarga yang lain juga bukan berasal dari darah, suku, ras, budaya, dan agama yang sama. Sehingga dari segi jumlah anggota dan dari segi keberadaannya, keluarga terdiri dari berbagai macam pribadi, suku, ras, budaya, dan agama.

Indonesia dipandang sebagai rumah bangsa Indonesia. Rumah bangsa Indonesia ini terdiri dari 17.500 pulau dengan 1340 suku, 300 kelompok etnik, 746 bahasa dan 6 agama sehingga dalam rumah bangsa Indonesia ini pun sudah nampak kebhinekaan atau keberagamannya. Maka bila tidak bersatu Indonesia tidak akan berdiri kokoh dan kuat.

Pada waktu Ki Hajar Dewantoro mencetuskan ide tentang pendidikan Kebhineka Tunggal Ikaan situasi Indonesia masih dalam masa penjajahan Belanda. Perjuangan terhadap penjajahan Belanda masih dilakukan secara sporadis. Perjuangan yang dilakukan secara sporadis pada waktu itu sukar untuk mengalahkan Belanda apalagi Belanda memakai politik devide at impera.

Berdasarkan kenyataan ini, tokoh-tokoh bangsa berpikir bahwa perjuangan untuk mengalahkan Belanda tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Melainkan semua suku, bangsa, ras, dan agama harus bersatu. Gerakan untuk melawan penjajahan Belanda melalui gerakan persatuan nasionalisme sudah dimulai sejak tahun 1908 oleh Budi Utomo. Namun, semangat pesatuan belum terlalu kuat. Baru pada tahun 1928 kesadaran tersebut menjadi kuat dengan mencetuskan Sumpah Pemuda : berbangsa yang satu, bertanah air yang satu, dan berbahasa yang satu yaitu Indonesia.

Dengan semangat persatuan itulah semua bangsa Indonesia berjuang melawan penjajahan Belanda sampai merebut kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagai satu negara yang berdaulat, Indonesia memiliki ideologi Pancasila yang tak boleh digantikan, UUD 1945 sebagai dasar konstitusi, dan lambang negara yaitu Burung Garuda. Semboyan Bhineka Tunggal Ika ditempatkan di bawah cengkraman kaki burung garuda. Artinya bahwa Bhineka Tunggal Ika adalah satu keharusan yang tidak dapat dikompromikan.

Adapun maksud Pendidikan berasaskan Kebhineka Tunggal Ikaan adalah : untuk menyadarkan bangsa Indonesia sejak dari kecil akan keberagamannya; pentingnya persatuan bagi pembangunan bangsa. Supaya orang Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, bangsa, budaya, ras, dan agama merasa sebagai satu bangsa tanpa adanya diskriminasi satu dengan yang lain.