Guru: Integrasi Profesional Pendidikan Dan Orang Tua

YPR, 2018

Judul di atas ini merupakan intisari dari pandangan Ki Hajar Dewantara  tentang peran guru dalam pendidikan berasaskan kekeluargaan. Nama aslinya adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Ki Hajar Dewantara adalah tokoh pendidikan Indonesia. Beliau lahir di Pakualaman, 2 Mei 1889. Hari lahir beliaulah yang sekarang diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Beliau merupakan pendiri Perguruan Taman Siswa yang merupakan suatu lembaga pendidikan bagi para pribumi jelata di Indonesia untuk dapat memperoleh hak pendidikan sama halnya dengan orang-orang Belanda maupun para priyayi.

Ki Hajar Dewantara berpandangan bahwa pendidikan hendaknya berasaskan kekeluargaan. Pandangan Ki Hajar Dewantara itulah yang  merupakan tema workshop kedua dari enam rangkaian workshop dalam kegiatan Dies Natalis sekolah-sekolah Santa Maria Pekanbaru. Workshop yang diadakan pada tanggal 9 Juni 2018 ini dilaksanakan di Aula SMA Santa Maria; merupakan lanjutan dari workshop tanggal 26 Mei 2018 tentang “Sekolah Istimewa VS Sekolah Hebat”. 270 pendidik dan tenaga kependidikan dari sekolah-sekolah Santa Maria hadir dalam workshop tersebut.

Menurut panelis, ibu-ibu guru dari TK Santa Maria; Ibu Lusi , Miss Nana, Ibu Muji dan Ibu Emi, bahwa visi Sekolah Hebat mempunyai kaitan isi dengan sekolah berasaskan kekeluargaan. Dalam Sekolah Hebat anak didik menjadi prioritas utama. Anak didik menjadi subyek belajar yang mempunyai beragam kebutuhan untuk didengar dan dipahami. Dalam kaitannya dengan itu, pendidik berperan sebagai fasilitator untuk mengembangkan setiap bakat dan potensi anak didik.

Guru harus memperhatikan anak didik secara individual dan suasana belajar harus menyenangkan. Anak didik harus merasa at home di dalam sekolah. Dalam konteks inilah tepat sekali dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan harus berasaskan kekeluargaan.

Dalam pendidikan yang berasaskan kekeluargaan, pendidikan harus menerapkan sistem among  yang berdasarkan pada pola asih, asah, dan asuh (care and dedication based on love). Maka pendidik harus berada di antara anak didik.

Ki Hajar Dewantara menekankan bahwa pendidikan harus menerapkan prinsip Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.  Yang artinya, seorang pemimpin  yang di depan harus dapat memberi suri tauladan, di tengah mengerakkan semangat, dan di belakang harus dapat mendorong dan memberi semangat.

Dengan demikian guru harus mensinergikan perannya sebagai pendidik dan orang tua bagi anak didik, sehingga sebagai pendidik, guru harus melayani anak didiknya dengan mengintegrasikan empat kompetensi yang mutlak dimilikinya yaitu kompetensi pribadi, sosial, pedagogik, dan profesional.

Ujian Pakai Android

SMP Santa Maria Kota Pekanbaru
Ujian Pakai Android

Pelaksanaan ujian akhir semester (UAS) tingkat SMP maupun SMA menggunakan komputer di sekolah mungkin sudah biasa. Namun, berbeda halnya dengan menggunakan android.  Hal itulah yang dilakukan oleh SMP  Santa Maria Kota Pekanbaru.

Ujian berbasis android untuk para pelajar ini dilakukan seiring dengan makin banyaknya penggunaan media telekomunikasi, berupa ponsel android di kalangan pelajar.

Untuk pertama kalinya,  ujian berbasis android ini digelar. Dimulai dari 25 Mei lalu hingga 2 Juni mendatang.

Pantauan di lokasi, Senin (28/5), setiap pelajar  memegang android. Mereka bukan sedang asyik berselancar di dunia maya. Namun mereka tampak serius mengerjakan soal-soal pilihan ganda yang muncul dari layar android mereka.

Kepala SMP Santa Maria Pekanbaru  Ferdinandus Nipa didampingi tim IT Nunung Hadi menjelaskan, sebelum melaksanakan UAS berbasis android ini, pihaknya telah melakukan sosialiasi terlebih dahulu kepada pelajar dan orangtua.

Sosialisasi sudah dilakukan sejak lima bulan lalu. Hal tersebut dilakukan agar pelajar bisa matang dalam mejalankan ujian berbasis android. Salah satu pertimbangan menerapkan ujian berbasis android adalah menghemat kertas.

“Awalnya mereka tryout dulu sehari untuk bisa register dan masuk dengan password. Ternyata hari ini (kemarin, red) mereka bisa dengan lancar mengerjakan soal UAS sekalipun dengan media android. Dengan ujian berbasis android ini, kami bisa menghemat anggaran karena tidak perlu menggunakan kertas dalam ujian,” jelas Ferdinandus kepada Riau Pos Senin (28/5).

Jawaban dari 50 soal yang telah dikerjakan peserta didik ini langsung tersimpan di server. Peserta juga bisa me-review jawaban.

Hanya saja, satu smartphone dipakai oleh satu anak saja (pemilik). Dan tidak bisa dipinjamkan. Bagi pelajar yang tidak punya smartphone android, diperkenankan ujian dengan menggunakan laptop atau komputer sekolah.

“Bedanya, kalau dengan smartphone dan komputer ini, para pelajar dihadapkan dengan soal pilihan ganda  jumlahnya 50 dan ada esainya. Bahkan dengan menggunakan android skor nilai juga diketahui oleh siswa,” imbuhnya.

Meski menggunakan android, peserta ujian ternyata  tidak bisa berbuat curang. Misalnya mencari jawaban dengan menggunakan mesin pencari seperti Google. “Pelajar yang mengikuti ujian berbasis android ada sekitar 90 persen dari 482 peserta. Selebihnya menggunakan komputer,” ujarnya.

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru Abdul Jamal mengapresiasi sekolah yang telah menerapkan ujian berbasis android. Menurutnya, android sama seperti komputer karena hanya beda perangkat saja.

“Ini lebih bagus dibandingkan dengan penggunaaan kertas dalam ujian. Bahkan menghemat anggaran dan bisa digunakan yang lain,”imbuhnya.

SEKOLAH ISTIMEWA vs SEKOLAH HEBAT

YPR, Mei 2018

Sekolah Istimewa vs Sekolah Hebat adalah judul workshop pertama dari enam rangkaian workshop Dies Natalis Sekolah Santa Maria Pekanbaru. Judul ini merupakan subtema dari tema Dies Natalis 2018, “Prayoga : Sekolah Hebat Berdasarkan Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara”. Pendidik SMA yaitu Bapak Rinto, Ibu Susi, Bapak Prasetyo, Ibu Ruth, dan Ibu Mega ditugaskan untuk membawakan materi tersebut. Aula SMA Santa Maria menjadi tempat berlangsungnya Workshop pada hari Sabtu, 26 Mei 2018. Workshop ini dihadiri oleh Pelaksana-Pelaksana Kegiatan Yayasan, Kepala-Kepala Sekolah, seluruh Pendidik dan Tenaga Kependidikan Sekolah-sekolah Santa Maria Koordinatorat Pekanbaru sebanyak 270 orang.

Tema ini dipilih karena Sekolah Istimewa berbeda dari Sekolah Hebat dalam hal visi dan orientasi, sistem pendidikan, dan kualifikasi pendidik. Visi dan orientasi sekolah istimewa tidak pada peserta didik melainkan pada orangtua atau pandangan masyarakat. Peserta didik hanya dipandang sebagai objek belajar. Visi yang berdasarkan pandangan orangtua dan masyarakat membuat sekolah berusaha keras mencapai kriteria dan standar yang ditetapkan pihak lain tersebut agar diakui sebagai yang terbaik. Fokus Sekolah Istimewa adalah tuntutan dari eksternal baik itu Dinas Pendidikan, Kementrian Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) , maupun Lembaga Akreditasi harus direspon dengan kritis. Kebutuhan peserta didik dipenuhi sejauh menjadi kriteria dan tuntutan lembaga eksternal tersebut. Akibatnya kebutuhan peserta didik diabaikan karena sekolah sering kali kerepotan memenuhi tuntutan menjadi sekolah terbaik. Alih-alih memenuhi kebutuhan peserta didik agar terjalin relasi positif, sekolah cenderung menegakkan aturan dan disiplin yang mengekang. Sekolah menuntut anak-anak patuh dan tertib terhadap perintah dan keteraturan agar memenuhi harapan-harapan pihak luar. Hal ini menciptakan relasi sekolah dengan anak yang tidak kondusif untuk menumbuhkan kegemaran belajar. Belajar menjadi terpaksa.

Sedangkan dalam Sekolah Hebat visi dan orientasinya pada peserta didik sebagai subyek pendidikan. Titik pusatnya adalah anak-anak yang mempunyai beragam kebutuhan untuk didengarkan dan dipahami oleh pihak sekolah. Visi membuat sekolah berusaha keras untuk memahami dan memenuhi kebutuhan anak. Assesment untuk mengenali kebutuhan anak dilakukan secara berkala. Proses belajar dikaji terus menerus agar tercipta belajar yang menyenangkan sekaligus bermakna buat anak-anak. Tuntutan dari pihak eksternal dipenuhi dengan tetap memprioritaskan kebutuhan anak. Akibatnya, anak-anak merasa didengarkan dan dipahami oleh pihak sekolah. Alih-alih melakukan perbuatan yang merepotkan, anak-anak justru mengambil peran dan kontribusi agar tercipta relasi dan lingkungan sekolah yang positif. Sekolah dan anak-anak menjadi pihak yang sama membangun sekolah. Anak-anak belajar bukan karena terpaksa tapi karena senang belajar. Dengan belajar anak-anak menemukan makna.

Dengan demikian, pendidikan Sekolah Istimewa menganut sistem Teacher Center Learning (TCL). Sebaliknya pendidikan Sekolah Hebat menganut sistem Student Center Learning (SCL). Maka semua sarana prasarana sekolah harus menunjang pengembangan-pengembangan bakat dari murid misalnya penggunaan Informatika dan Teknologi (IT) dalam sistem pembelajaran. Kualifikasi pendidik dengan sendirinya harus memiliki kompetensi pribadi, sosial, profesional, dan pedagogik yang cakap dan handal. Pendidik harus care terhadap peserta didik, involvement  secara individual dalam pergumulan peserta didik; menguasai metode-metode mengajar, menguasai penggunaan perangkat digital dalam pembelajaran, dan mengajar dengan menyenangkan.

Oleh karena itu, tujuan dari tema ini adalah agar unit-unit di Sekolah Santa Maria mampu melihat posisi atau situasi sekolahnya: Sekolah Hebat atau Sekolah Istimewa, dan berusaha untuk menjadikan sekolahnya ideal bagi Peserta Didik.